Kerakter Bangsa Dalam Bidang Kebudayaan.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Masyarakat seringkali mengartikan kebudayaan sebagai kesenian. Padahal, kebudayaan memiliki arti lebih luas dari kesenian. Kesenian hanyalah salah satu unsur ari suatu kebudayaan.
Buku pengantar antropologi (1991) karya Koentjaningrat, kebudayaan adalah selurh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimilki manusia dengan belajar. Kebudayaan ada di tengah-tengah masyarakat, muncul dalam tingkah laku dan dipelajari. Jadi, kebuyaan tidak muncul begitu saja, melainkan muncul karena dipelajari. Salah satu pembelajarannya melalui enkulturasi, yaitu : proses sosial budaya yang dipelajari dan ditransmisikan dan generai ke generasi.
Berkepribadian Dalam Kebudayaan
Dalam pidato, peringatan proklamasi Indonesia 17 agustus 1964, Tahun Pericolo (Tavip) Bung Karno menyampaikan konsepsi Tri Sakti. Pada parktiknya, ke tiga konsep yang paling mendapat porsi sedikit adalah yang ke tiga. Bidang kebudayaan sepertinya menjadi kabur dan dianggap kuno serta sedikit banyak tergerus oleh kebudayaan yang datang dari luar. Pembahsan tentang kebudayan nyaris tidak terdengar di kalangan masyarakat pada umumnya. Penggunaan istilah ‘Berkepribadian’ yang digunakan oleh Bung karno dipertegas karena berkaitan/mencerminkan identitas pribadi bnagsa Indonesia yaiitu Pancasila.
Kebudayaan atau budaya seperti apa yang diharapkan? Kebudayaan yang diharapkan oleh Bung Karno adalah kebudayaan yang merupakan warisan dari pada leluhur bangsa Indonesia. Kebudayaan yang mengandung nilai-nilai pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral dan adat istiadat. Dari semua kebudayaan tersebut, bermuara pada Gotong Royong. Gotong royong telah menjadi budaya khas nenek moyang bangsa Indonesia. Perlu dilestarikan sebagai identitas masyarakat dan negara Indonesia.
Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia berupa material dan non material. Kebudayaan material adalah suatu kebudayaan yang dapat dilihat dan dalam bentuk benda, misalnya rumah adat, alat musik, pakaian adat dan lain sebagainya. Sedangkan budaya non material merupakan suatu kebudayan yang bersifat perilaku dan karakter dari masyarakat itu sendiri, misalnya budaya Pancasila, demokrasi, hukum garis keturunan dan lain sebagainya.
Negara Indonesia terdiri atas beribu pulau dengan beragam kebudayaanya tersendiri. Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kebudayaan tersendiri. Nusa Tenggara Timur biasa dikenal dengan pulau Komodo dan alat musik Sasando jika dilihat secara material. Sedangkan jika dilihat dari non material dapat dilihat pada hukum garis keturunan yaitu hukum Patriarki. Di daerah pulau Timor khususnya di daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Hukum Patriarki atau garis keturunan Ayah masih sangat kental aktualisasinya dan masih dapat dirasakan sampai saat ini.
Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang central dalam organisasi sosial. Posisi laki-laki lebihnggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Patriarki merupakan stelsel penindasan trhadap perempuan. Merampas segala hak-hak perempuan dan memindahkan hak-hak tersebut ke tangannya laki-laki sebagai monopoli kekuasaan. Selain itu, masyarakat kabupaten Timor Tengah Utara memiliki banyak kebudayaan seperti rumah tarian Bonet, Kure, dan lain sebagainya.
Pembahasan hukum garis keturunan Patriarki tidak menjadi hal yang urgen namun secara tidak sadar budaya tersebut dengan sendirinya menyudutkan harkat dan martabat keberadaan perempuan. Yang mana dalam kehidupan berkeluara, seluruh anggota keluarga termasuk istri merupakan satu kesatuan yang diatur segala kehidupannya menurut budaya perbapaan. Budaya patriarki ini selalu membias terhadap aspek kehidupan perempuan. Baik itu aspek pendidikan, sosial politik dan ekonomi.
Aspek Pendidikan
Kehidupan yang segalanya diatur menurut budaya patriarki, lebih banyak orang tua menyekolahkan anak laki-laki ke jenjang lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan yang selalu dinomor duakan dan diterbelakangkan. Dengan alasan bahwa, perempuan harus selalu di dapur, mengurus anak dan suami kelak berkeluarga, walapun disekolahkan pada jenjang pendidikan yang tinggi. Orang tua dengan kepercayaan bahwa perempuan itu tidak mampu tampil di depan khalayak umum jika dibandingkan dengan laki-laki. Bahkan jika perempuan terjun dalam dunia kerja birokrasi tetap saja akan masuk dapur untuk mengurus segala kebutuhan rumah tangga dan lain sebagainya. Padahal jika dikaji dari buku Sarinah sejarah peradaban manusia perempuan lebih cerdas dan terampil jika dibandingkan dengan laki-laki. Minimnya ruang gerak dan kesempatan pendidikan yang diberikan kepada perempuan berakibat pada diskriminasi yang sering terjadi dan dirasakan langsung oleh kaum perempuan. Dikarenakan tingkat pengetahuan dan pemahaman perempuan yang sangat rendah.
Aspek Sosial Politik
Berdasarkan undang – undang No. 31 tahun 2002 tentang partai politik, undang-undang No. 12 tahun 2003 tentang pemilihan umum dan undang-undang no. 10 tahun 2008 tentang pemilihan Anggota DPR-DPRD. Presentase kontribusi perempuan dalam dunia politik sebesar 30 % lebih sedikit jika dibandingkan dengan kontribusi laki-laki dengan presentase sebesar 70%. Hal ini berdampak pada budaya demokrasi yang ada pada sila ke-4 pada Pancasila. Demokrasi hari ini lebih mengedepankan kepentingan partai dan golongan. Demikian juga, hal tersebut termasuk dalam pendiskreditan terhadap keberadaan perempuan.
Aspek Ekonomi
Zaman sekarang dengan budaya patriarki yang diaktualisasikan oleh masyarakat dengan sendirinya menciptakan banyak Kapitalis yang ingin merongrong segala kemartabatan dan kehormatan dari pada perempuan. Perkembangan teknologi yang semakin canggih, membuat Kapitalis mencetuskan segala macam Make up, parfum, pakaian dan aplikasi untuk digunakan oleh perempuan demi mempercantik diri agar terlihat cantik di depan banyak orang. Padahal hal tersebut, seakan sengaja diciptakan untuk dapat menguntungkan kapitalis dan bahkan merebut kehormatan perempuan yang pada dasarnya disanjung dari zaman dulu kala.
Dapat disimpulkan bahwa Upaya untuk membangun Indonesia, tentunya tidak terlepas dari nation and Character Building yang di mana jiwa dan karakter bangsa perlu dibangun. Dengan latar belakang bangsa Indonesia yang terdiri atas beragam Suku, Agama, Ras dan lain sebagainya. Sejauh ini belum mampu dikendalikan dan disatukan bahkan dijadikan sebagai modal penjajahan atas bangsa Indonesia sendiri.
Gagasan Nation and Character Building oleh Bung Karno, sampai saat ini belum final, diperhadapkan pada kenyataan bahwa Indonesia sebagai suatu intetitas bangsa bukan saja tergolong muda. Di sisi lain, ketidakmampuan mengelola keragaman Indonesia bisa jadi pada titik tertentu akan menggiring Indonesia pada persoalan fragmentasi dan disitegrasi. Tengah perkembangan zaman saat ini dengan kasak-kusuk politik makin mengerucut, demokrasi cacat, pelayanan kesehatan yang tidak humanis berkaitan dengan pandemic covid-19, rasisme, pelecehan seksual dan lain sebagainya. Persoalan yang kompleks semacam ini diperlukan sebuah terobosan dalam upaya membangun bangsa Indonesia. Kondisi-kondisi tersebut menjadikan Nation and Character Building menjadi mutlak diperlukan.
Untuk menyiapkan jiwa dan karakter bangsa Indonesia yang baru, yang mental politiknya berdaulat, mental ekonominya berdikari dan mental kebudayaannya berkepribadian bangsa Indonesia, yang utama adalah harus anti-imperialisme dan anti-kapitalisme.
#####
Komentar
Posting Komentar