DPK Faperta Unimor, Perempuan Bukanlah Budak
Sejak zaman Peradapan perempuan adalah alat produksi pasukan bagi setiap suku yang berkoloni dijaman itu. Ir. Soekarno dalam bukunya Sarinah mencoba menggambarkan situasi waktu itu yang dengan jelas menggambarkan perempuan hanyalah budak Amoralnya laki-laki. Pada zaman itu, laki-laki menganggap perempuan hanyalah tempat untuk memproduksi prajurit-prajurit baru jika sewaktu-waktu ada peperangan antar suku guna merampas wilayah kekuasaan keloninya.Seiring berjalannya waktu sebuah pencerahan ditengah kehidupan waktu itu, perempuan dalam kesendiriannya mencoba mengamati kondisi alam disekelilingnya lalu mencoba mengamati kondisi alam disekelilingnya lalu mencoba untuk mengikuti tahapan-tahapan tersebut sehingga pada jaman itu perempuan menemukan pertanian,seni serta hukum yang pada dasarnya perempuanlah yang menjadi cikal balik akan apa yang kita kenal hari ini dengan hukum patriarkat(menurut garis keturunan Ayah) dan hukum matriarkat (menurut gari keturunan Ibu).
Hukum matriarkat terlebih dahulu ditemukan & digali atas pemikirannya perempuan.Namun seiring berjalannya zaman itu, kaum laki-laki merasa tersinggung dan berpikir seakan perempuan lebih hebat dan menguasai laki-laki. Ketika laki-laki pada zaman itu melihat hal ini sebagai sesuatu yang tabu dengan sendirinya laki-laki memunculkan hukum patriarchat dan berlaku hingga sekarang.Tanpa sadar, peradapan yang kita jalani saat ini merupakan peradapan menurut hukumnya patriarchat sehingga pendiskreditan keberadaan dan perjuangan perempuan atas munculnya hukum garis keturunan patriarchat ini sendiri tentunya.
Perempuan Bangsa Indonesia umumnya dan Kab.Timor tengah utara khususnya saat ini masih sangat kental akan kehidupan sosial yang masih patriarkat. Tidak sampai disitu banyak suku didalam Kab.TTU sendiri seolah tetap berpegang teguh pada Kultur yang salah ini dengan Dalil, jika kebiasaan ini dihapus maka dengan sendirinya adat dan budaya yang diwariskan Nenek moyang sejak jaman peradapan akan terdegradasi dan terkontaminasi dengan adat dan budaya luar.
"Jika kamu mendidik satu laki-laki maka kamu mendidik satu orang, Namun jika kamu mendidik satu perempuan maka kamu mendidik satu generasi." Filosofis diatas perlu dimaknai secara mendalam sebagai seorang nasionalis, bukan hanya dalam bangsa indonesia sendiri melainkan lebih kompleksnya untuk perempuan sedunia.
Pada abad ke-14 di yunani kuno Sistem demokrasi pertama kali dijalankan dalam kerajaan Athena, lagi-lagi dalam bidang politik pada pada abad itu masih tetap mengganggap perempuan sebagai sosok yang tidak berguna sama sekali dalam dunia perpolitikan klasik waktu itu.
Pada abad ke-14 di Athena perempuan merupakan sosok yang tidak berguna dan Laki-laki terus diatas kasta tertinggi kehidupan. Di dalam Bangsa Indonesia sendiri pada masa kerajaan-kerajaan hindustan berkuasa perempuan masih tetap dipandang sebagai budak maupun tempat amoral serta masih terus memenjarakan perempuan didalam jeruji dapur. Pada Jaman itu, banyak perempuan yang sadar akan kebiasaan yang salah ini, ada yang gagah berani keluar dari garis kehidupan yang dikuasai oleh laki-laki dalam segala bidang, namun karena adanya Androsentrisme sejarah maka perjuangan perempuan hanya sedikit dikisahkan. Maka kita tidak bisa heran jika hari ini sedikit perempuan yang diwartakan dalam setiap kisah perjuangan, Namun dilain sisi sebenarnya jika kita terjun jauh kepada sejarah setiap daerah banyak tokoh menjadi pahlawan revolusi akan kemerdekaan.Namun hal ini lagi-lagi dipengaruh Androsentrisme sejarah sehingga perempuan hanyalah Bunga yang mekar diatas hijaunya rumputan liar, dan laki-laki mendominasi setiap kisah perjuangan.
Emansipasi baru dirasakan setiap perempuan pada abad pencerahan atau lebih dikenal dengan abad dimana segala tatanan sosial tiba-tiba berubah atas lahirnya revolusi Industri pertama kali. Kaum kapital menguasai segala sektor, ancaman akan ketahanan pangan disetiap keluarga merupakan momok yang paling mematikan pada abad itu.Alat produksi Kaum miskin(Tanah) diambil secara paksa ataupun melalui jalan politik guna memproduksi bahan mentah akan pemenuhan industrinya mereka kaum kapitalis.Dampak dari segala kekejaman ini semua, perempuan seolah dipaksakan untuk kembali bangkit melawan sistem dengan bersama-sama laki-laki terjun masuk sebagai budaknya kapitalis, yaitu menjadi buruh disetiap industri mereka dengan laba yang ditentukan oleh pemilik industri(kapitalis) guna mengembalikan keterburukan ekonomi disetiap rumah tangganya masing-masing.
Di Indonesia sendiri Emansipasi Perempuan baru mencapai puncak klimaksnya sejak runtuhnya jaman orde lama besukan Soeharto pada tahun 1998.Namun jauh sebelum itu bentuk partisipasi perempuan di era Neo-kolonialisme dan Neo-imperialisme barat di Indonesia sebetulnya ada beberapa Tokoh yang berusaha mengangkat derajatnya perempuan, sebut saja mereka itu ialah Cut Meutia,Cut Nyak Dien,marta tihahu dan R.A Kartini lewat tulisannya "Habis Gelap Terbitlah Terang" yang kemudian ia krimkan kepada temannya di belanda yang bernama Rosa Abendanon dikarenakan pada waktu itu R.A Kartini melihat budaya pinggitan serta Neo-kolonialisme dan Neo-imperialisme barat yang terus menjadikan perempuan semakin terdegradasi dari setiap peran.
"Laki-laki dan perempuan adalah seperti dua sayap burung, jika dua sayap sama kuatnya maka terbanglah burung itu sampai kepuncak setinggi-tingginya, jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali." Menerawang dari filosofis diatas tentunya kesadaran akan emansipasi wajiblah terwujud. Prinsip Sosio-nasionalisme bangsa Indonesia yang dicetuskan oleh bung karno yakni kebangsaan bukan berarti bangsa indonesia(kaum laki-laki saja) yang membangun atau menjadi lokomotif untuk mencapai sosialisme sejati melainkan perempuan juga seharusnya adalah Lokomotif bangsa Indonesia.
Di era modernisasi saat ini tingkat kesadaran akan kemajuan Emansipasi perempuan dan laki-laki semakim terdegradasi, perempuan semakin hari tingkat kesadarannya di refresh oleh kemajuan teknologi yang menyimpan banyaknya fitur atau aplikasi yang kemudian memenjarakan perempuan sebagai obyek atau sampahnya masyarakat.Budaya seperti ini memicu budaya baru dalam konteks masyarakat baperisme sehingga stigma-stigma buruk kemudian bermunculan sehingga atensi laki-laki menjustice perempuan sebagai obyek kesusilaan.
Pada peringatan hari perempuan Internasional Tahun ini dengan Tema " Choose to Challenge" yang artinya "Memilih untuk menantang" perempuan sewajibnya sadar akan kedudukannya saat ini. Perempuan harus gagah berani menantang setiap stigma,cultur serta budaya yang salah dalam kehidupan sosialnya setiap hari. Disamping itu, ditengah pandemi yang kian mewabah seharusnya ini bukan menjadi alasan dasar untuk bangkit menantang guna mempropogandakan akan pentingnya emansipasi. Tantangan terbesar bagi perempuan di era modernisasi saat ini, perempuan harus bangkit menantang kerasnya dinamika kehidupan yang kian menggrogoti secara perlahan akan kedudukan perempuan, yang dimunculkan oleh neo-imperialisme modern.
Oleh karena itu ditengah perkembangan jaman yang kian mengglobal, hari ini seutuhnya permpuan harus bangkit menantang dan maju sebagai garda terdepan untuk mewujudkan sosialisme sejati karena ketika emansipasi suatu Negara dicapai maka nila Kebangsaan ditemukan.
#Bangkit dan Menantang..!!
Komentar
Posting Komentar